selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Selasa, 22 Januari 2008

Dimana Kita?

Belum lama ini aku dan suamiku membawa anak kedua kami ke tempat praktek dokter anak di Jalan Sudirman. Ada pemandangan yang membuat hatiku terenyuh, dimana di antara banyaknya orang tua yang mengantar anak mereka berobat terdapat dua orang tua yang merupakan keturunan etnis Tionghoa, di samping mereka ada baby sitter yang sedang mengendong anak mereka.




Sebenarnya bukan mereka yang keturunan itu yang membuatku tertarik membahas ini, melainkan terhadap baby sitter atau pengasuh anak mereka. Betapa tidak, baby sitter dan pengasuh dari masing-masing majikan itu, merupakan orang Indonesia yang merupakan etnis Melayu. Pemandangan ini sangat banyak ditemukan di rumah-rumah para warga keturunan ini karena aku juga punya banyak kenalan dari etnis Tionghoa, bahkan juga sahabat. Hampir semua baby sitter, pengasuh, supir, sekuriti ataupun pembantu mereka merupakan orang Indonesia sendiri.

Boleh dikata ini sebagai renungan bagi kita semua. Mereka, para etnis Tionghoa tersebut tidak salah. Yang salah adalah kita, yang bodoh juga kita. Kenapa kita tidak bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri? Kenapa kita hanya bisa menjadi orang kedua di tanah air kita sendiri? Bukankah seharusnya kita menjadi majikan di rumah sendiri? Jika di rumah sendiri kita bukan orang yang pertama, apalagi jika berada di negara orang lain. Pantas saja kita hanya bisa mengirim tenaga kerja pembantu ke luar negeri. Kasihan sekali...Indonesiaku!!! Dimana sih letak kesalahan kita sebenarnya?

Jawabannya mungkin lebih tepat kesalahan itu menyangkut banyak pihak, entah itu berawal dari diri kita sendiri yang menginginkan diri kita untuk maju atau tidak? Juga menyangkut soal nasib ataupun takdir. Namun yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana sistem berjalan di negara ini. Semua pihak yang terlibat sebagai penyelenggara negara harus mampu mengubah semua ini menjadi lebih baik dengan membuat rakyatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Percuma saja jika toh mereka (para penyelenggara negara ini) dibayar dari gaji yang juga berasal dari rakyat dan seharusnya segala tugas mereka adalah mensejahterakan rakyatnya.

Ini juga menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk bisa mengatasi persoaalan di tengah-tengah masyarakat. Ini jadi keprihatinan di mana faktor-faktor penentu seperti pendidikan, penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan ekonomi rakyat tidak pernah mendapat perhatian penting dari pemerintah. Penyelenggara negara lebih banyak mengedepankan kepentingan diri sendiri. Memperkaya diri sendiri dan tidak pernah memikirkan nasib rakyat.

Lantas, apakah mereka nggak malu, bangsa mereka, keturunan mereka hidup menjadi orang-orang kedua, ketiga atau bahkan orang-orang yang hanya dipandang sebelah mata saja? Ini sangat kejam sekali jika kondisi ini tetap tidak menjadi perhatian bagi penyelenggara pemerintahan di negara ini.

Nggak heran rasanya Indonesia sering ditimpa musibah bencana, musibah ekonomi sulit , musibah pelecehan, musibah kebobrokan moral yang semuanya berawal dari satu pintu keluarnya kita dari jalur yang telah ada. Orang hukum keluar dari hukum, para pendidik keluar dari jalur pendidik dan sebagainya.

Aku hanya bisa berharap satu persatu orang yang tahu, satu persatu orang yang sadar membuat komunitas yang sama bersatu menuntun kita untuk tidak keluar jalur yang telah ada. ***

2 komentar:

. mengatakan...

Hallo..
Blognya asik banget.
Saya mau komentar tentang posting ini ya?
Suatu hari saya terlibat pembicaraan serius dengan teman saya keturunan Tionghoa. Dalam pembicaraan itu dia banyak berkeluh kesah. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya mereka ingin sekali berbaur dengan 'pribumi.' Mereka ingin tidak ada jarak, tidak ada beda. Tapi mereka ragu memulai karena takut tidak diterima.
Mereka juga mengatakan bahwa mereka sangat cinta Indonesia, negara mereka adalah Indonesia, bukan China.
Mereka lahir di Indonesia dari orang tua yang lahir di Indonesia. Bahkan mereka ingin istilah 'keturunan' dan 'pribumi' dihapus, semua hidup di bawah satu bendera.

Nah, postingan yang saya baca di blog ini kok sepertinya masih berbicara tentang 'kami' dan 'anda,' atau 'kita' dan 'mereka.'
Dalam pandangan saya baik si baby sister maupun majikan dua-duanya orang 'kita.'

Semoga pembauran membawa Indonesia yang lebih baik.

Kun

giarva.blogspot.com mengatakan...

thanks atas koreksinya, tapi tulisan kemarin sudah saya edit lagi dan lebih saya perhalus biar tidak ada yang merasa ter''kena'' dengan tulisan ini. semoga pembauran yang kita inginkan akan lebih erat lagi. sekali thanks banget yah, atas komentarnya. aku sangat suka dikoreksi, biar nggak lupa diri.