selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Sabtu, 08 Maret 2008

''Publikasi'' dan KPAID

Tadi siang aku dikejutkan oleh telepon yang kuterima dari temanku sesama wartawan yang saat ini menjadi anggota Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPID) Kota Pekanbaru. ''Sudah baca surat pembaca Riau Pos hari ini? Bacalah dulu, nanti kutelepon lagi,'' ujarnya.



Penasaran, aku langsung liat Riau Pos hari ini pada kolom surat pembaca di halaman opini. Selanjutnya aku jadi tersenyum-senyum bahkan ngakak ketika baca surat tersebut. Karena di situ ada bantahan dari Ketua KPAID Kota Pekanbaru tentang berita yang kutulis dengan nara sumber temanku itu yang notabene adalah timnya di KPAID.

Sebenarnya tidak ada yang salah sengan komentar temanku itu. Yang ada hanyalah sikap tak rela, akan tersingkir dari popularitas dari Ketua KPAID. Dia nggak mau yang kasih komentar itu anggotanya, harus melewati dirinya sebagai ketua. Apalagi pada berita tersebut foto temanku itupun nongol di situ. Semakin membuat dirinya kebakaran jenggot ''Kok nggak foto saya yang muncul?''. Apalagi sehari sebelum itu beritanya sempat nggak dimuat di Riau Pos dan koran-koran lainnya.

Nggak etis bila kusebut namanya. Tapi hampir semua wartawan tahu jika orang yang kumaksud tersebut memang ''haus popularitas atau haus publikasi''. Dan dia emang nggak disukai oleh wartawan di Pekanbaru.

Lagian berita tersebut merupakan program kerja temanku selaku ketua Pokja untuk mendata ''anak-anak jalanan'' di Pekanbaru. Tapi dia nggak mau didahului rupanya.

Padahal,...aku mungkin bisa mencibir, dia itu terpilih menjadi anggota KPAID karena apa? Karena aku merupakan salah seorang anggota tim seleksi KPAID Kota Pekanbaru. Dan aku tahu bagaimana proses para anggota KPAID Kota Pekanbaru hingga sampai ke DPRD dan wali kota.

Memang anggota KPAID Kota Pekanbaru yang diseleksi melalui DPRD dan wali kota tersebut bukan yang dirancang oleh tim seleksi. Karena ketika nama-nama berada di tangan DPRD dan wali kota, di situ pasti ada kepentingan. Paling hanya 30 persen saja dari tujuh orang anggota KPAID yang disukai oleh tim seleksi untuk menjadi anggota KPAID.

Dengan adanya bantahan dari ketua terhadap anggotanya itu, pembaca pasti bisa menilai ada yang tidak beres secara internal dalam tubuh anggota KPAID Kota Pekanbaru. Karena sesama tim saja tidak kompak, bagaimana program akan dapat berjalan dengan baik? Belum lagi setahun umur KPAID, tapi belum kuat berdiri kokoh. Padahal sejuta harapan yang menyangkut masa depan anak Pekanbaru tergantung pada KPAID. Untuk menguatkan program, suatu organisasi harus kokoh dulu di dalamnya. Karena itu pasti pembenahan pertama adalah konsolidasi ke dalam. Tapi KPAID? Banyak informasi yang kuperoleh bahkan, ketidakkompakan ini sudah tercium sejak awal-awal mereka dilantik.

Tapi ini ada kaitannya dengan rasa ''haus publikasi'' oleh oknum KPAID yang sayangnya malah menjadi ketua. Nggak heran kok, rata-rata karekteristik pemimpin di Indonesia memang ''haus publikasi'', haus popularitas dan haus pujian. Tapi mereka nggak sadar, justeru kehausan itulah yang membuat mereka malah jatuh ke jurang yang paling dalam.

Selain itu jabatan sebagai anggota KPAID, hanya mereka tuju untuk suatu kepentingan pribadi. Tidak hanya kepentingan popularitas, tapi juga kepentingan ''kocek'' dengan harapan mendapatkan gaji yang lebih besar di KPAID. Nauzubillahminzalik....mau jadi apa KPAID ????

Tidak ada komentar: