selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Senin, 28 April 2008

Artikel April ke-2 : Pemikiran dan Semangat Kartini

Sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, bangsa Indonesia telah terbiasa dan rutin memperingati tanggal 21 April sebagai ''Hari Kartini''. Dalam Kepres tersebut Soekarno menetapkan R.A Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar. Dan hari itu kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.




Menyimak sejarah perjuangan Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879 ini, terdapat suatu kesimpulan yang bisa diambil dari perjuangan Kartini, yaitu sebuah perjuangan yang bukan dengan memegang senjata atau pedang dan tombak melainkan perjuangan dengan memberikan semangat dan pemikiran bagi bangsa Indonesia terutama kaum perempuan untuk bisa maju seperti laki-laki dalam segala bidang, terutama dalam mengejar pendidikan dan ilmu pengetahuan. Juga bukan perjuangan melawan penjajah tapi perjuangan batin yang merasa terjajah dari kungkungan adat istiadat dan budaya yang menempatkan seorang perempuan tidak mempunyai pilihan dalam hidupnya. Karena ketika itu hidup perempuan hanyalah menjalankan kodratnya saja, tanpa diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Padahal setiap manusia diberikan potensi masing-masing yang menyertai dirinya. Potensi inilah yang akhirnya berkembang menjadi suatu kemajuan dalam ilmu pengetahuan di muka bumi.

Mengenai hari besar yang ditetapkan dari tanggal lair Kartini inipula sempat menjadi kontroversi di tanah air. Karena sebagian beranggapan bahwa pejuang wanita bukan hanya Kartini saja, sehingga kenapa hari Kartini saja yang diperingati. Masih banyak pahlawan wanita yang berjasa di tanah air seperti Cut NyaĆ¢€™ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.

Semua pahlawan wanita ini berjuang di daerah dengan waktu dan cara yang berbeda. Mereka berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Pada waktu penjajahan Belanda, dan penjajahan Jepang, bahkan setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Kesmua pahlawan ini sama-sama disebut pejuang yang patut dihormati dan diteladani perjuangannya.

Namun lebih dari itu, ada kemungkinan ide dari Presiden Soekarno menetapkan Hari Kartini karena melihat cita-cita, tekad, dan perbuatannya serta pemikirannya dalam menghalau diskriminasi terhadap kaum perempuan Indonesia yang selalau tertindas dan terkungkung hak-haknya. Ide-ide Kartini yang tertuang dalam curahan hatinya melaui surat-surat yang ditujukan kepada rekan-rekannya di Belanda telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan dan keterbelakangan pengetahuan yang tidak disadari pada masa lalu. Dan dia melakukan itu dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus.

Upaya yang diperjuangkan Kartini tersebut sedikit banyak mempengaruhi kaum perempuan di tanah air. Dimana saat ini banyak kaum wanita yang telah mendapat menikmati dari perjuangan Kartini. Dari pendidikan, saat ini tidak sedikit kaum perempuan yang mencicipi jenjang pendidikan SLTA, bahkan hingga ke perguruan tinggi dengan meraih gelar sarjana, master, doktor bahkan profesor. Di bidang politik, juga tidak sedikit kaum perempuan yang bisa menjadi pengurus inti partai bahkan duduk di legislatif, meskipun perkembangannya cukup bertahap. Bahkan undang-undang politik pun sekarang juga lebih mengedepankan kaum perempuan untuk bisa langsung menjadi aktor politik. Tentunya hasil ini tak lepas dari semangat Kartini yang dituangkan kepada perempuan Indonesia untuk bisa sejajar dan menjadi mitra bagi kaum laki-laki. Membangun semangat jauh lebih sulit karena pada prinsipnya juga harus bisa mengubah cara berpikir seseorang. ''Hidup itu akan indah dan berbahagia apabila dalam kegelapan kita melihat cahaya terang'' sepotong kalimat yang diucapkan R.A Kartini semasa hidupnya inilah yang mampu memberikan arti dan spirit tersendiri dalam perjuangan kaum perempuan dalam meraih persamaan dan kesetaraan gender atau disebut juga emansipasi.

Melalui hobinya menulis dan membaca serta mencari informasi atau tukar pikiran dengan rekan-rekannya di Belanda, Kartini memberikan spirit bagi tokoh-tokoh wanita di tanah air. Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu di masa hidupnya, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya terutama di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Kartini ingin wanita pribumi juga memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar.

Surat-surat Kartini lainya juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Akibat kungkungan adat, perempuan tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Lebih kritis lagi Kartini juga menyayangkan sikap kaum lelaki di tanah airnya yang kadang menjadikan agama sebagai alasan dan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Dan itu semakin memperlengkap penderitaan kaum perempuan yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk dimadu. Sehingga perempuan benar-benar tidak punya pilihan dalam hidupnya.

Dalam surat-suratnya Kartini juga banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi dengan mewujudkan cita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meskipun sempat sekolah sampai umur 12 tahun, dan juga kerap memperoleh pelajaran Bahasa Jawa, memasak, menjahit, mengurus Rumah Tangga dan pelajaran agama di rumahnya, Kartini tetap saja tidak diizinkan sang ayah yang padahal sedikit lebih maju pemikirannya karena merupakan seorang Bupati. Kartini tidak diizinkan melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi. Namun hanya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi. Tapi sekarang, tdiak terhitung jumlah perempuan yang berhasil menjadi dokter dan berapa banyak kaum perempuan yang bersekolah di luar negeri. Meski keluarganya agak maju dalam pendidikan, namun adat setempat tidak mengizinkan anak perempuan melanjutkan sekolah lebih tinggi.

Bahkan keinginan Kartini yang saat itu berusia 24 tahun melanjutkan studi menjadi guru di Betawi menjadi pupus. Sekarang bahkan, sebagian besar guru di Indonesia merupakan kaum perempuan. Cita-cita Kartini semakin pupus ketika dia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat, sebagai isteri keempat. Tapi Kartini agar beruntung memiliki suami yang juga berpikiran maju. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Sayangnya, kebebasan dan kebahagian yang dirasakan Kartini tidak berlangsung lama. Setelah anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904, beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Kini hanya tinggal semangat dan pemikirannya saja yang bisa kita rasakan. Namun berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan selanjutnya di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Dengan semangat dan pemikiran Kartini, kita juga bisa meneruskan perjuangannya untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Masih banyak hal-hal yang bisa kita lakukan tentunya dengan melihat potensi yang ada pada diri kita. Tidak hanya dalam rumah tangga, lingkungan sekitar kita, tapi juga dalam organisasi dan ruang kerja kita. Yang jelas kaum perempuan saat ini tidak harus minder atau malu dengan keterbatasannya, tapi lebih bisa mengedepankan potensi yang dimilikinya. Sehingga kita bisa melihat cahaya terang berada di depan kita.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hello!

Nggak terasa udah mau Hari Kartini lagi ya?

Ini ada artikel tentang Kartini juga, "Hari Kartini, Pahlawan Pendidikan" di cantik40s.blogspot.com.

:)

Thanks,
AFM