selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Senin, 28 April 2008

Artikel April ke-3: Kemelut KPAID Pekanbaru Ibarat Bom Waktu

Akhir-akhir ini berita seputar kemelut di tubuh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Pekanbaru semakin santer saja dimuat di sejumlah media massa lokal. Masalah ini seakan-akan menghentak pikiran masayarakat Pekanbaru karena lembaga yang dianggap sebagai pelindung bagi anak-anak Pekanbaru yang patut dilindungi, malah memiliki masalah internal yang sebenarnya sudah lama terjadi sejak baru pertama kali dilantik pada tahun 2007 lalu.




Kekisruhan KPAID Kota Pekanbaru lebih baik dikata tinggal menunggu bom waktu saja. Dan bom waktu itu memang sudah diledakkan ketika media massa di Riau memuat berita mengenai kondisi internal KPAID Kota Pekanbaru. Mungkin ada baiknya bom waktu itu diledakkan, sebab hal ini berpengaruh pada kinerja KPAID itu sendiri. Bagaimana dia nak ngurus anak yang patut dilindungi di Pekanbaru jika dirinya saja perlu diurus. ''Dimana ngurus orang, jika diri saja tak mampu mengurusnya''. Begitulah kata-kata yang dilontarkan masyarakat dengan kondisi KPAID Kota tersebut.

Sebenarnya kemelut atau kisruh tak perlu terjadi jika anggota KPAID duduk di lembaga tersebut dengan niat yang tulus, benar-benar tanpa pamrih untuk peka dan peduli dengan nasib anak di Pekanbaru. Bukan sebaliknya untuk prestise ataupun cari ''penghasilan tambahan'' atau malah lebih kasarnya untuk ''nafkah pokok'' sehari-hari, karena memang anggota KPAID digaji dengan nilai yang cukup menggiurkan. Dengan niat tersebut ego pribadi pasti akan dapat disingkirkan. Di dalam tim, karena baiknya memang lembaga KPAID merupakan suatu tim, jadi tidak ada bos tidak ada anak buah yang harus memiliki jarak satu sama lain sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Ketua, hanyalah sebagai koordinator saja karena pada prinsipnya yang namanya tim tentu harus bekerja secara bersama-sama untuk menghasilkan produk yang baik.

Sebagai wartawan yang sebelumnya menjadi salah satu dari tim seleksi anggota KPAID Kota Pekanbaru periode 2007-2010, tak heran informasi tentang KPAID tidak begitu sulit untuk didapat. Sejak diumumkan tujuh anggota KPAID Kota Pekanbaru yang lolos dari seleksi DPRD dan Wali Kota, sudah bisa kita tebak, bahwa lembaga ini begitu pincang. Bagaimana bisa berdiri kokoh dan tegap jika tidak seimbang satu dengan lainnya. Contohnya saja dari tujuh orang anggota KPAID, hanya satu kaum perempuannya. Padahal lembaga ini sangat erat mengurus anak, yang tentunya lebih banyak diurus oleh perempuan. Padahal jauh-jauh hari tim seleksi anggota KPAID Kota Pekanbaru saat mengirimkan 14 nama anggota KPAID yang lolos seleksi tim, menekankan kepada ketua dan wakil ketua DPRD yang sata itu ditemui agar benar-benar menimbang dengan baik untuk meloloskan delapan calon anggota KPAID yang dipilih oleh DPRD. Dari 14 nama tersebut ada sekitar 4-5 orang perempuan di situ yang tersebar di setiap unsur anggota KPAID yang terdiri dari unsur pemerintahan/PNS, unsur akademisi, unsur pengusaha, unsur tokoh agama/masyarakat, unsur ormas/LSM dan unsur media massa. Tapi sayangnya ketika dipilih menjadi 8 nominator, hanya dua orang perempuan yang lolos. Dan tiba ditangan wali kota, salah satu dari perempuan tersebut disingkirkan. Sehingga tinggallah hasil seleksi akhir dengan satu orang perempuan yang menjadi anggota KPAID. Padahal mengacu pada anggota KPAID Provinsi Riau yang cukup imbang jumlah anggota perempuan dan laki-lakinya. Ini sangat penting, karena bagaimanapun keberadaan perempuan di suatu komunitas sangatlah penting. Perempuan bisa menjadi penyejuk suasana dan bisa meredam emosi dan ego yang lebih sering terungkap dari seorang laki-laki. Ini bukanlah masalah gender, tapi merupakan masalah keseimbangan yang biasanya menghasilkan suatu keharmonisan dalam suatu hubungan atau komunitas. Jadi satu banding enam, sudah pasti pincang. Ibarat perahu, ketidakseimbangan ini bisa membuat kapal menjadi oleng dan akhirnya tenggelam.

Sementara itu, dari tujuh anggota tersebut tidak ada satupun psikolog dan pengacara yang di duduk di situ. Justeru seorang psikolog perempuan yang lolos di delapan besar malah disingkirkan. Padahal psikolog dan pengacara sangat penting dalam menangani kasus-kasus anak, selain punya jaringan yang kuat mereka juga bisa mengatasi persoalan pada tahap awal untuk kemudian diarahkan pada tingkat selanjutnya berkoordinasi dengan pihak lain. Seorang psikolog tentunya bisa memahami pikiran orang lain atau menerjemahkan pikiran orang lain dari mimik keseharian orang tersebut. Di sinilah perannya untuk bisa bersikap bijak dan mengkondisikan suasana menjadi lebih baik.

Di sisi lain, ini menyangkut kepribadian dari anggota KPAID Kota Pekanbaru sendiri, yang seharusnya mengesampingkan ego dulu, demi menciptakan suatu kerjasama yang baik antara sesama tim. Masalah kehadiran dan kinerja yang tidak baik yang kemudian diperdebatkan anggota hanyalah salah satu dari faktor yang memicu terjadinya bom waktu tersebut. Kehadiran timbul kemudian ketika suasana internal di tubuh KPAID Kota Pekanbaru sudah mulai kisruh. Karena tidak suka dengan si A atau si B memilih untuk tidak masuk kantor atau memilih untuk tidak ikut rapat. Padahal intinya, jika semua pihak sama-sama mengedepankan kepentingan bersama tanpa melihat hierarki kepemimpinan, kisruh tidak mungkin terjadi.

Jika tidak diungkapkan di media massa mungkin kondisi ini akan berlarut-larut, segala fitnah menfitnah sesama anggota sudah biasa di dengar, terutama di kalangan pers. Akibatnya bisa jadi ke depan mempengaruhi kinerja KPAID Kota Pekanbaru. Selain itu juga akan membingungkan pers yang memuat berita menjadi simpang siur karena sesama anggota KPAID saja tidak kompak, tidak satu suara. Boleh saja, siapun berkata di publik, tapi tetap satu suara. Namun yang terjadi belakangan ini, salah satu anggota berbicara, kemudian dibantah oleh ketua atau anggota lainnya. Sehingga hal ini menjadi tandatanya bagi pembaca, mana anggota KPAID yang betul ucapannya. Dan ini juga menyebabkan kebingungan pembaca mengenai berita KPAID, tidak hanya wartawan yang menulis saja yang bingung dibuatnya.

Padahal Komisi I sudah turun tangan menjernihkan masalah KPAID ini dengan memberikan pilihan untuk islah atau roling pimpinan. Dan enam anggota KPAID memilih untuk melakukan pleno memilih pimpinan. Sekarang pimpinan yang dijatuhkan malah tidak terima keputusan pleno dan menganggap pleno tak sah dan juga mempertanyakan status PNS anggota dianggapnya menyalahi aturan. Bahkan konon kabarnya melaporkan keberatannya ini kepada wali kota. Tentunya kondisi ini malah bikin runyam. Jika dalam satu tim, tidak bisa bekerjasama dengan lainnya akan sangat berpengaruh pada kinerjanya di KPAID. Maka akan sia-sia saja duit rakyat menggaji anggota KPAID jika orang yang digaji tidak sungguh-sungguh bekerja untuk kepentingan rakyat.

Menurut saya, ada baiknya masalah ini tidak dibiarkan berlarut-larut karena masa kerja anggota KPAID Kota Pekanbaru ini masih cukup panjang hingga tahun 2010 mendatang. Mungkin ada baiknya wali kota turun tangan untuk melakukan pertemuan dengan seluruh anggota untuk menjernihkan suasana dan merekatkan kembali kebersamaan antara anggota. Jika komisi I telah melakukan upaya perbaikan namun tetap menimbulkan ketegangan terhadap anggota KPAID, mungkin di tangan wali kota semua bisa diselesaikan. Tentunya harus ada hitam dan putih, jika salah seorang melanggar perjanjian kesepakatan damai dengan tidak melanjutkan masalah ini ke publik tentunya ada konsekuansinya.

Atau jika wali kota pun tidak bisa mengatasi konflik internal anggota KPAID ini, mungkin saja dilakukan pergantian anggota KPAID seluruhnya dengan mengambil tujuh calon anggota KPAID yang tersingkir dari seleksi DPRD dan Wali Kota sebelumnya. Anggap saja DPRD dan Wali Kota mengaku keliru memilih anggota KPAID tersebut. Namun alternatif lain melakukan seleksi awal lagi, seperti banyak yang diutarakan masyarakat, saya rasa belum tepat karena memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang juga tidak sedikit. cukup besar.

Agaknya permasalahan KPAID Kota Pekanbaru ini menjadi pelajaran bagi kabupaten/kota lainnya di Riau yang KPAIDnya belum terbentuk. Seperti yang menjadi kekhawatiran Ketua KPAID Provinsi Riau Hj Rosnaniar mengenai pembentukan KPAID Kampar yang tertunda terus tanpa alasan yang jelas. Dari informasi yang saya dengar di kalangan wartawan, KPAID Kampar juga terganjal soal lobi melobi yang lolos jadi anggota KPAID. Lobi melobi terjadi di tingkat DPRD dan Bupati. Hingga dua bulan ditangan bupati belum ada kejelasan mengenai pengumuman anggota KPAID Kampar. Padahal sebelumnya juga cukup lama berada di DPRD. Kita berharap dalam meloloskan anggota KPAID, DPRD maupun pemerintah kabupaten Kampar juga harus melakukan pertimbangan yang bijaksana. Agar ke depan anggota yang dipilih, benar-benar solid dan mengedepankan kepentingan bersama sehingga tidak terjadi konflik internal yang sedikit banyak berpengaruh dalam kinerja KPAID selanjutnya sehingga anggota KPAID dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Tidak ada komentar: