selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Selasa, 07 April 2009

Artikel April 09: Autisme Meradang

Mungkin banyak yang tak tahu atau tidak ingat, jika hari ini merupakan peringatan ''Hari Peduli Autisme Sedunia'' (HPAS). Yah, peringatan ini ditetapkan dan diperkuat dalam resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) nomor 62/139 yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2007. Peringatan ini bukan hanya sekedar upaya memperingati tanggal yang bersejarah ini, tapi lebih dari pengungkapan rasa kekhawatiran kita akan terhadap angka peningkatan penyandang autis dari waktu ke waktu.



Mengapa perlu dikhawatirkan? Meski bukan suatu penyakit menular, namun autisme merupakan gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, dan ini dapat terlihat jelas sebelum si anak mencapai usia 3 ahun. Gangguang tersebut lebih sering disebut gangguan spektrum autistik (ASD atau Autistic Spektrum Disorder). Tentunya ini warning bagi para orang tua, agar hati-hati dengan perkembangan anak-anak mereka. Sebab, autisme sendiri disebabkan karena adanya gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak mempunyai kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Sehingga lebih sering kita melihat para penyandang autis seakan-akan mempunyai ''dunianya sendiri''.

Peningkatan dramatis jumlah penyandang autis ini lebih banyak ditemui di Amerika Serikat. Peningkatan lainnnya juga terjadi di Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang. Pada tahun 2007 lalu saja tercatat 35 juta jiwa penyndang autis di negara-negara ini. Di Indonesia memang belum terdeteksi peningkatan jumlah tersebut karena saat ini pun belum memiliki data statistik bagi jumlah para penyandang autis ini. Meskipun demikian tak dapat dipungkiri dari tahun ke tahun semakin banyak berdiri pusat terapi dan sekolah khusus bagi penyandang autis. Di pusat-pusat terapi dan sekolah khusus tersebut juga bisa disimak peningkatan jumlah anak penyandang autis. Dari fenomena ini saja dapat kita ketahui bahwa peningkatan jumlah penyandang autis di Indonesia kian bertambah. Sementara anak-anak yang lulus atau lepas dari autis jarang pernah kita jumpai. Bahkan banyak para orang tua di pusat terapi autis mengeluh,''Disini (pusat terapi autis, red) kok jumlah anak yang ikut terapi terus saja bertambah yah, sementara yang lulus terapi nggak ada. Kalaupun ada paling hanya bisa dihitung dengan jari saja, itupun belum dijamin 100 persen bisa benar-benar seperti anak normal.'' Demikian kecemasan dan kegalauan yang sering dikeluh-kesahkan oleh para orang tua dari anak penyandang autis.

Terutapa di Indonesia dan di daerah pada khususnya. Penanganan autis belumlah dilakukan secara maksimal. Tidak seperti di negara-negara maju tersebut. Karena harus diketahui penanganan autisme memerlukan usaha yang sangat serius, dengan penanganan secara global, lintas sektoral dan lintas negara. Di sini peran media dan industri komunikasi sangat berperan penting dalam melakukan upaya sosialisasi. Tidak hanya itu pemerintah setempat memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan. Begitupun dengan kalangan akademik sangat diperlukan untuk menemukan sebab dan mencari penanganan yang lebih baik terhadap penyandang autis.

Di negara kita, Indonesia penanganan autis saat ini masih sebatas pada sosialisasi informasi yang benar tentang autis saja. Sehingga sering kali para orang tua merasa putus asa karena tidak menjumpai penanganan autis yang lebih tepat. Hal ini tentu sangat berhubungan dengan masa depan penyandang autis itu sendiri. Karena harapan pertama yang ingin dicapai oleh para orang tua dari penyandang autis adalah bagaimana anak mereka bisa mandiri, bisa hidup sendiri terutama untuk keperluan dirinya sendiri. Dengan kemandirian tersebut, si anak juga bisa mendapatkan pendidikan yang cocok dan layak untuk mereka. Para pendidik juga harus memikirkan hal ini karena pendidikan bukan hanya milik anak-anak normal saja tapi juga para penyandang cacat dan penyandang autis serta anak-anak berkebutuhan khusus lainnya. Dengan demikian stigma negatif tentang anak autis bisa dapat dihilangkan. Anak autis tidak lagi menjadi beban, anak autis tidak lagi membuat malu orang tua ataupun keluarga dan anak autis juga bisa memperlihatkan potensi dan bakat yang ada pada diri mereka. Dalam hal ini tentunya diharapkan partisipasi dari pisak swasta dan pemerintah untuk membantu penanganan anak-anak autis agar lebih baik.

Dan yang penting lagi, penanganan dilakukan secara merata hingga ke daerah-daerah. Karena penyandang autis terlahir tidak melihat siapa orang tua mereka dan dimana mereka tinggal, juga tidak melihat tingkat perekonomian keluarga mereka. Penyandang autis bisa terlahir dari keluarga kaya, juga bisa terlahir dari keluarga miskin. Mereka juga tidak melihat suku, agama dan ras. Karena harus diakui untuk melakukan penanganan secara maksimal bagi penanganan autis ini diperlukan biaya yang cukup besar. Untuk terapi saja, para orang tua bisa merogehkan kocek minimal Rp1 juta/anak autis, itupun hanya sekitar 1 jam saja terapinya. Bahkan ada orang tua yang mengeluarkan biaya Rp5-10 juta/anak autis untuk terapi dan sekolah mereka. Tak terbayangkan jika banyak anak autis yang telahir dari keluarga tak mampu, dikemanakan mereka, diapakan mereka ini? Tak bergunakah mereka? Jangan pernah mempunyai pikiran begitu karena pada dasarnya setiap makluk diciptakan Allah SWT memiliki kegunaan dan manfaat tersendiri. Setiap kita pasti punya sisi istimewa sendiri. Begitupun dengan penyandang autis. Bahkan di Amerika Serikat, seperti yang pernah dituturkan salah seorang ibu dari penyandang autis, pemerintah setempat sangat serius memperhatikan mereka. Hal ini tampak dari disediakannya suatu tempat khusus untuk sejumlah kreatifitas para penyandang autis. Hasilnya....??? Wow, sangat mengagumkan. Banyak karya-karya dan keratifitas yang tidak bisa diciptakan anak-anak normal, tapi bisa diciptakan para penyandang autis. Kita ingin langkah ini juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dan pemerintah daerah pada khususnya. Sehingga autis tidak lagi meradang. Autis bisa merasa nyaman dan hidup normal sebagaimana manusia normal lainnya.

Tidak ada komentar: