selamatkan bumi kita dengan hatimu

selamatkan bumi kita dengan hatimu
hidup hanya sekali, so... harus berarti

Selasa, 07 April 2009

Artikel november: Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan

Hari ini tanggal 25 November merupakan hari dimulainya kegiatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Kegiatan ini berlangsung hingga tanggal 10 Desember mendatang. Mengapa harus enam belas hari?



Sebenarnya Komnas Perempuan sejak 2001 lalu sudah memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan kampanye ini. Lima tahun pertama kampanye difokuskan pada penggalangan keberpihakan pada korban, pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan dan pemberian pelayanan terpadu sebagai wujud tanggungjawab negara. Selanjutnya Komnas Perempuan mengangkat tema perempuan pembela HAM. Perempuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari komunitas pembela HAM dalam menghadapi berbagai kerentanan dan risiko perjuangannya. Karena kelaminnya, perempuan pembela HAM harus mendapat pengakuan, penanganan dan pencegahan terhadap risiko dan kerentanan tersebut. Pada tahun ini, untuk ke-8 kalinya dalam siaran pers di situsnya, Komnas Perempuan mendorong dan mendukung gerakan perempuan Indonesia melaksanakan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

Adapun tema Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun ini adalah. ‘’Mendesak komitmen politik kandidat Pemilu 2009 untuk pemenuhan HAM Perempuan’’ Tema ini dirumuskan Komnas Perempuan bersama dengan 24 mitra, yang terdiri dari wakil LSM perempuan, kelompok industri kreatif, komunitas agama dan lembaga pemerintahan daerah serta nasional, dalam sebuah workshop perumusan tema pada bulan Agustus 2008. Mulai hari ini Komnas Perempuan bersama 37 mitra akan melakukan Kampanye 16 hari Anti kekerasan Terhadap Perempuan. Mereka tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dari Sumatera hingga Papua. Komnas Perempuan mendukung agenda kampanye ke-37 mitra tersebut dengan cara memfasilitasi perumusan tema bersama serta mendistribusikan alat-alat kampanye yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan kampanye mereka. Tema ini dipilih berdasarkan hal-hal sebagai berikut pertama,masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, kedua kebijakan yang diskriminatif dan tidak berpihak pada perempuan korban tindak kekerasan dan ketiga karena hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan jaminan konstitusional atas hak-hak perempuan sebagaimana tertera dalam UUD 45 amandemen IV belum sepenuhnya terimplementasi secara efektif.

Kampanye 16 Hari Anti kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) ini merupakan kampanye internasional untuk menorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kegiatan ini dicetuskan pada Women’s Global Leadership Institute pertama tahun 1991 yang disponsori oleh center for Women’s Global Leadership. Setiap tahun, kegiatan ini dimulai pada tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan hari HAM Internasional. Dengan rentang waktu 16 hari ini para aktivis HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi pengorganisasian agenda bersama untuk menggalan solidaritas, mengajak dan mendorong kegiatan bersama guna penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Dalam rentang waktu ini juga terdapat momen-momen penting yang terjadi di belahan dunia yaitu 25 November: Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Tanggal ini menjadi tanggal penghormatan tas meninggalnya Mirabal bersaudara (patria, Minerva dan Maria Teresa) di tahun 1960 akibat pembunuhan keji kaki tangan penguasa diktaktor Republik Dominika, Rafael Trujillo. Mereka merupakan aktivis politik yang tak henti memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi symbol perlawanan terhadap kediktaoran penguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kalimereka mendapatkan tekanan dan penganiayaan dan berakhir pada pembunuhan keji. Tanggal ini sekaligus menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis gender.

Selanjutnya 1 Desember; Hari AIDS Sedunia. Dicanangkan dalam konferensi internasional tingkat menteri sedunia tahun 1988 yang dimulai dengan kampanye tahunan dalam menggalang dukungan public serta mengembangkan program pencegahan HIV/AIDS dan juga pendidikan dan penyadaran akan isu-isu seputar AIDS. Tanggal 2 Desember: Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan. Hari ini diadopsi dari Konvensi PBB mengenai Penindasan terhadap Orang-orang yang diperdagangkan dan eksploitasi terhadap orang lain (UN Convention for the Suppression of the trffic in persons and the Exploitation of other). Konvnesi ini memberikan perlindungan bagi korban, terutama bagi kelompok rentas seperti perempuan dan anak-anak atas kejahatan perdagangan dunia. Tanggal 3 Desember: Hari Internasional bagi Penyandang Cacat. Peringatan lahirnya program Aksi Sedunia bagi Penyandang Cacat (the World Programme of Action concerning Disable Persons), diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun 1982 untuk meningkatkan pemahaman public akan isu mengenai penyandang cacat dan juga membangkitkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun penyandang cacat dengan mengintegrasikan keberadaan mereka dalams egala aspek kehidupan masyarakat. Tanggal 5 Desember: Hari Internasional bagi Sukarelawan. Ditetapkan oleh PBB 1985. Pada hari ini PBB mengajak organisasi-organisasi dan Negara-negara dunia untuk menyelenggarakan aktivitas bersama sebagai wujud rasa terima kasih dan penghargaan pada orang-orang yang telah memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dengan mengabdikan dirinya sebagai sukarelawan. Tanggal 6 Desember: Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekekrasan terhadap Perempuan. Pada tanggal ini di tahun 1989, terjadi pembunuhan missal di Universitas Montreal Kanada yang menewaskan 14 mahasiswi dan melukai 13 lainnya (perempuan) dengan menggunakan senapan otomatis caliber 223. Pelaku melakukan tindakan tersebut karena percaya bahwa kehadiran mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak diterima di universitas tersebut. Sebelum pada akhirnya bunuh diri, lelaki ini meninggalkan surat berisikan kemarahan yang teramat sangat pada para feminis dan juga daftar 19 perempuan terkemuka yang sangat dibencinya. Tanggal 10 Desember: Hari HAM Internasional. Perayaan ini ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB tahun 1948 dan sekaligus momen untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip HAM yang secara detail terkandung di dalam deklarasi tersebut.

Bertepatan dengan peringatan kampanye ini, dua hari yang lalu, kebetulan saya menjadi tempat curahan hati seorang teman lama yang juga seorang perempuan yang telah mempunyai suami dan satu orang anak laki-laki. Dalam curahan hatinya, dengan menangis dan raut wajah yang pilu dia menceritakan bahwa hasil ronsen yang diperolehnya dokter memperlihatkan dadanya yang mamar dan hingga sekarang dia sulit untuk batuk, bersin dan tertawa keras karena akan merasa sakit dan sesak di dadanya. Yah, itu akibat pukulan siku tangan dari sang suami yang belum lama ini dilakukan terhadap dirinya. Dia juga bercerita bentuk kekerasan lainya juga sering dialaminya dalam menjalani kehidupan selama tujuh tahun berumahtangga, bahkan sudah dimulai sejak tahun pertama.
Dua tahun lalu bertepatan dengan peringatan Hari Ibu 22 Desember 2006, teman lama saya yang juga seorang perempuan juga mengalami nasib yang sama. Mukanya lebam, mulutnya dijahit akibat dipukul dan dihajar sang suami. Tapi, sang suami akhirnya mendapat ganjaran dipenjara selama enam bulan penjara, meski tak memuaskan, hukuman itu setidak-tidaknya bisa menimbulkan efek jera terhadap suami ataupun pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga lainnya.

Dalam salah satu kasus yang kami tangani setahun ini di Women Crisis Centre (WCC) Provinsi Riau, ada bentuk tindak kekerasan lainnya berupa pengancaman yang dilakukan ayah terhadap anak perempuan tirinya. Pengancaman untuk melanjutkan rencana pemerkosaan yang berakibat pada traumatik yang saat ini menimpa si anak karena dengan tindakan ayah tirinya itu, si anak hamil dan malu dengan keluarga dan tetangganya. Padahal sebagai seorang ayah harusnya memberikan perlindungan kepada anaknya, bukan malah menyakiti. Demikian juga dengan kasus-kasus tindak kekarasan lainnya baik yang kekerasan pisik maupun kekerasan psikis terhadap perempuan yang seolah-olah memperlihatkan perempuan merupakan makluk Tuhan yang tak berdaya.

Sebenarnya ada banyak cerita soal tindak kekerasan terhadap perempuan lainnya yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, yang terjadi pada siapa saja dengan latar belakang apa saja, tanpa pandang status, tanpa pandang suku dan tanpa pandang pendidikan seseorang. Baik itu terjadi di dalam rumah tangga ataupun di luar rumah tangga. Di sejumlah catatan di kepolisian pun juga memberikan dampak keprihatinan bagi kita atas semakin maraknya kasus tindak kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan bisa mewujud dalam bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga, eksploitasi pekerja migran dan perdagangan perempuan hingga kekerasan seksual dalam konteks konflik sumber daya alam dan konflik politik (konflik bersenjata).

Ada pemikiran yang mengatakan tindak kekerasan terhadap perempuan disebabkan karena kondisi lahiriah perempuan yang memang terlahir lebih lemah dibandingkan dengan fisik laki-laki, sehingga sering dimanfaatkan laki-laki untuk menjatuhkan mental kaum perempuan itu sendiri. Tapi jikapun demikian, menurut saya perempuan kan tidak dilahirkan atau dinikahkan untuk dipukul, ditampar dan disakiti. Justeru dengan kelemahannya itu sang lelaki yang memang ditakdirkan memiliki fisik yang kuat harusnya bertindak untuk melindungi dan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi kaum perempuan? Kalaulah argumen ini menjadi alasan bagi kaum laki-laki untuk semena-mena melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan tentu ini tidaklah adil dan ini bukanlah tujuan dari Sang Pencipta untuk menganjurkan hamba-hambanya menikah dan hidup berpasang-pasangan di dunia. Dari ‘’kallam’’nya Allah justeru memberikan lebih tempat terbaik bagi kaum perempuan dan suatu hadits juga menerangkan bahwa syurga berada di bawah telapak kaki ibu. Seorang isteri juga menjadi ibu bagi anak-anaknya, bukan?.

Di sisi lain, ada juga pemikiran yang mengatakan tindakan semena-semena laki-laki yang melakukan kekerasan di rumah tangga terhadap perempuan juga dipicu atas perasaan perempuan yang lebih mudah memaafkan dengan harapan ada perubahan yang lebih baik yang dilakukan sang suami untuk sadar akan perbuatannya dan tidak akan mengulanginya kembali Juga sikap malu pada orang lain akan tercium aib rumah tangganya. Padahal sikap itu sering dimanfaatkan laki-laki untuk melakukan tindak kekerasan lagi selanjutnya. Ini yang harus diwaspadai oleh perempuan. Dengan artian perempuan harus memiliki sikap yang tegas terhadap suami ataupun peaku tindak kekerasan. Jika perlu buat buat komitmen bersama untuk tidak melanggarnya. Sebab, tindak kekerasan itu memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan berumah tangga. Efek ini bisa diturunkan kepada anak yang akan meniru sikap bapaknya ketika dia besar nanti dan tentunya ini juga berpengaruh terhadap masa depan bangsa yang penuh dengan generasi-generasi muda yang kasar.

Selain itu perempuan juga sering merasa malas berurusan dan terbeban jika harus memberikan laporan di kepolisan atas perbuatan perilaku kekerasan yang dialaminya. Yang lebih banyak mendominasi adalah masalah biaya, yang tentu sangat dibutuhkan untuk menjadikan hal itu sebagai suatu kasus. Mungkin inilah tantangan bagi organisasi-organisasi, pemerintah atau perempuan dan laki-laki pembela hak kaum perempuan untuk dapat membantu dan mendorong perempuan lainnya untuk tidak bersikap tak berdaya itu. Tentunya perempuan juga harus proaktif mencari tahu tempat atau wadah yang bisa membantu mereka guna memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
Namun hal yang paling tepat dilakukan adalah dimulai dari bagaimana kaum perempuan memiliki pemikiran yang sama membangun upaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan, agar perempuan-perempuan merasa berdaya untuk mencegah diri dari penindasan terhadap hak-hak perempuan itu sendiri. Ini bukan tugas siapa atau tanggungjawab siapa karena ini merupakan tugas dan tanggungjawab kita seluruh elemen masyarakat secara bersama-sama. Tentunya dengan membuat program-program dan kegiatan yang langsung menyentuh peningkatan pemberdayaan perempuan dan tepat sasaran termasuk sosialisasi gencar UU atau peraturan yang memberikan perlindungan bagi kaum perempuan.

1 komentar:

andreas iswinarto mengatakan...

Merenungkan dampak kekerasan, praktek dan lingkungan yang penuh kekerasan terhadap anak-anak melalui karya perupa Haris Purnomo dan budayawan Sindhunata

Menunggu Aba-aba : Bayi Bertato, Kepompong dan Pisau Sangkur

Bagi saya karya-karya Haris Purnomo dalam pameran Kaum Bayi : Alegori Tubuh-tubuh yang Patuh ini merupakan kritik atas peradaban, kekerasan dunia orang dewasa, kekerasan tatanan masyarakat baik di lapangan politik, ekonomi, budaya, teknologi terhadap alam dan sesama manusia. Bumi air tanah tumbuh bayi-bayi mungil dengan tato sekujur tubuh, dalam bedong ber-pisau sangkur. Hangat kepompong dalam proses metamorfosis menjadi bentuk lain, kepribadian lain.

Mereka Menunggu Aba-aba!!!!

grekgrek, grekgrek, grengkek, grekgek atau seperti bunyi orang mengasah sangkur

grek grek suara motor penggerak pisau sangkur menghipnotis ruang bentara budaya yang temaram mencabik kenyamanan, membuat ngeri, seperti dengkur pasukan perang, tentara pembunuh ...... alien, mutan, monster...

atau seperti bunyi orang mengasah sangkur

Mereka Menunggu Aba-aba!!!

bayi-bayi lelap dan jaga yang menimbulkan sayang dan haru itu, menyembul harap dan bahagia dan kengerian di sekitarnya, kontradiksi pedih, kemanusiaan abad ini....

silah kunjung ….

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/menunggu-aba-aba-bayi-bertato-kepompong.html